DEMOKRASI, SOLUSI ATAU BASA-BASI?

 


Indonesia adalah Negara yang terdiri atas keberagaman suku dan budaya. Merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau. Bukan hanya suku yang beragam, otomatis agama dan kepercayaan pun beragam. Lantas Demokrasi lah sistem pemerintahan terbaik untuk Negara kita Indonesia ini, kata orang-orang.


Pada awalnya saya sangat kagum kepada yang namanya Demokrasi, dengan jargonya yang selalu di elu-elukan, “oleh rakyat, dari rakyat, untuk rakyat,” Terdengar sangat indah saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Seolah tanpa Demokrasi, hancurlah Indonesia ini. Gak ada NKRI tanpa Demokrasi. Itu pikiran saya pada saat itu.


Tapi pelajaran sekolah tetaplah pelajaran sekolah, sangatlah berbeda ketika dibandingkan dengan dunia luar. Pada kenyataanya, pada penerapanya, Demokrasi tidak seindah pelajaran sekolah. Banyak manusia-manusia awam yang mudah diiming-imingi oleh uang, alias politik uang. Banyak manusia awam yang mudah diiming-imingi janji tanpa melihat latar belakang orang yang dipilihnya, tanpa melihat dengan kacamata agama apakah manusia yang dipilihnya sudah memenuhi kriteria.


Pada kenyataanya, Demokrasi hanya manis ketika kita diskusikan dalam pelajaran sekolah. Demokrasi bukanlah solusi bagi keberagaman di Indonesia. Lihatlah, maling-maling berkedok pejabat itu, mengambil hak-hak orang lain tanpa rasa bersalah. Lihatlah penegakkan hukum di Negara ini, tajam ke bawah tumpul ke atas. Lihatlah kecacatan demokrasi ini, dimana kenyamanan dan kenikmatan dan kenikmatan rakyat telah diwakili oleh wakilnya. Sungguh nestapa, bahkan manusia hina nan zalim pun bisa duduk dibangku jabatan karena Demokrasi.


Dalam QS. An-Nisa ayat 48, Allah berfirman:


وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا


“Dan manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah”


Manusia itu lemah, kenapa masih berdegil untuk membuat hukum sendiri, kenapa masih mau menciptakan sistem pemerintahan sendiri. Allah pula berfirman dalam QS.Yusuf ayat 40:


مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۚ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Tidak ada hukum kecuali hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”


Allah pun sudah mengemukakan bahwa tiada hukum kecuali milik Allah dan hanya Allah lah yang berhak menentukan hukum, Allah lah yang berhak mengatur manusia, manusia tidak berhak menetapkan aturan untuk mengatur hidupnya sendiri.


Dibolehkanya manusia menentukan suatu hukum adalah ketika hukum suatu perkara belum jelas dalam Qur’an dan Sunnah dan hukum tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, dan As-Sunnah itu sendiri. Lantas kenapa Demokrasi dipermasalahkan? Bukankah tidak ada pertentangan dengan satu ayat Qur’an pun? Salah total, memang tidak ada ayat khusus yang menentang Demokrasi, namun ada beberapa alasan yang membuat Demokrasi ini tidak sesuai dengan Islam.


Pertama, Demokrasi dapat membukakan jalan dan memberi peluang bagi kaum kafir untuk memimpin. Kenapa tidak? Contoh nyatanya sudah ada, Ahok salah satunya. Padahal Allah sudah mengatakan dengan tegas dan jelas dalam QS. Al-Maidah aya 51.


“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin yang bagi sebagian mereka yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”


Dan juga An-Nisa ayat 144


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”


Bayangkan apabila Mayoritas umat beragama di suatu Negara adalah kafir dan menggunakan sistem pemerinahan Demokrasi, maka otomatis peluang terpilihnya pemimpin kafir sangatlah besar dan jelas Allah melarang hal tersebut.


Kedua, Demokrasi tidak menjamin terpilihnya pemimpin yang Hafidz dan Alim. Apa itu Hafidz dan Alim? Hal ini dijelaskan dalam QS.Yusuf ayat 55


“Dia (Yusuf) berkata, ‘Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.’”


Bahwa suatu pemimpin yang harus memiliki sifat Hafidz dan Alim, Hafidz artinya dapat menjaga alias amanah, dapat menjaga, dan Alim artinya berpengetahuan, cerdas dan dapat menyelesaikan suatu masalah. Demokrasi tidak menjamin semua ini, dengan Demokrasi orang yang bodoh dapat dengan mudah meraih jabatan, orang-orang munafik dan licik dengan mudah pula meraih kursi kepemimpinan. Maka pemimpin haruslah memiliki kedua sifat tersebut, sesuai dengan kriteria yang Qur’an sebutkan.


Ketiga, bukankah Allah telah memberikan sistem pemerintahan terbaik yang sempurna dan tidak ada cacat? Bukankah Allah telah memberikan contoh kepada kita wahai umat Islam cara bernegara lewat Nabinya dan para Sahabat? Bukankah Nabi telah mengajarkan cara memilih pemimpin yaitu orang yang paling ber-Taqwa kepada Allah. Maka salahlah orang yang mengatakan “Ustadz dan Ulama gak usah ikut politik” justru katakanlah “Ulama dan para Ustadz wajib membimbing dan memimpin kami.”


Wallahu A’lam




image source: www.canva.com

Post a Comment

Previous Post Next Post